“Pemenang juara satu lomba seni tingkat kota diraih oleh ….” teriak juri dari atas panggung.
“Semoga aku ….” gumam Faza.
“Al Faza Bryano …. Diharap untuk semua pemenang naik ke atas panggung.” lanjut juri itu lagi.
“Alhamdulillah Ya Allah.” ucap Faza dengan suara pelan sambil berjalan ke atas panggung.
Setelah mendapatkan piala dan beberapa jumlah uang, dia berlari ke arah orang tuanya. Dia berterima kasih pada mereka karena sudah mendukung sepenuh hati. Faza adalah seorang anak laki-laki kelas 3 SD. Walaupun masih kecil, dia sudah memenangkan banyak sekali lomba seni. Faza sangat menyukai seni. Bahkan dinding kamarnya ditempelkan kanvas dengan gambar yang keren hasil karyanya.
Esoknya Faza ke sekolah, terdengar ejekan teman-teman.
“Hahaha, laki-laki kok melukis.”
“Gak ada hobi lain apa?!”
Itu adalah ejekan teman-teman yang tidak suka dengan Faza. Hampir setiap hari kata-kata itu menghujaninya. Tapi mau bagaimana? Dia sudah memenangkan banyak lomba.
Dirumah saat pulang sekolah.
“Faza pulang Ma.” teriak Faza.
“Kamu mandi dan cuci muka dulu terus makan.” ucap Mama.
“Iya Ma ….” jawab Faza singkat.
Setelah mandi, Faza makan siang bersama Mama
“Ma, kenapa sih aku selalu diejek karena aku suka seni oleh teman-teman? Apa karena aku laki-laki?” tanya Faza sedikit murung.
“Mama juga tidak tahu Za, mungkin saja mereka iri. Yang terpenting adalah semangat. Kalau Faza mempunyai semangat yang tinggi, kata-kata mereka tidak akan membuat Faza berhenti dan menyerah.” jawab Mama panjang lebar.
“Jadi Faza harus semangat terus ya?” lanjut Mama lagi.
“Siap Ma, Faza mau jadi pelukis yang hebat.” jawab Faza bersemangat.
“Ma, boleh belikan aku kanvas? Uangnya dari Faza saja, dari yang menang kemarin itu.” pinta Faza.
“Uangnya Faza tabung saja, nanti tetap Mama belikan kok kanvasnya.” jawab Mama sambil tersenyum.
“Terima kasih Mama ….” ujar Faza.
Ekonomi keluarga Faza memang bisa dibilang kaya. Tapi, mereka ramah dan suka berbagi kepada tetangga. Mereka juga tidak pernah boros seperti orang lain. Uang mereka digunakan untuk kebaikan. Banyak tetangga yang terbantu karena mereka. Karena itulah Faza disekolahkan di sekolah elite. Padahal Faza sudah menolak keras pilihan Mama Papa nya itu. Tapi dia tidak bisa menahan mereka, akhirnya dia disekolahkan di sekolah elite.
“Sebaiknya aku tidur dulu deh, nanti malam mencari ide untuk besok. Kebetulan besok kan hari libur. Jadi aku bisa melukis sepuasnya.” gumam Faza girang.
“Faza, bangun sholat Subuh ….” ucap Papa dari luar kamar.
“Iya Pa, hoam.” jawab Faza sambil menguap.
“Setelah itu turun ada yang ingin Papa dan Mama bicarakan.” ucap Papa.
“Iya Pa, nanti Faza turun.” jawab Faza yang masih mengantuk.
Setelah sholat, dia bergegas turun ke bawah. Di bawah, Papa dan Mama sudah menunggu di ruang keluarga.
“Faza, selama ini Papa belum pernah lihat kamu melukis tulisan arab. Papa mau kamu belajar menulis tulisan arab atau apa gitu.” ucap Papa sebagai permulaan.
“Kalau kamu masih belum bisa, belajar aja dulu. Nanti kalau kamu sudah bisa kan keren. Lukisannya bisa dijadikan pajangan di ruang tamu.” sambung Mama.
“I-iya nanti aku coba. Tapi … Kanvasnya sudah mau habis.” jawab Faza.
“Bagaimana kalau hari ini kita beli kanvas?” ajak Papa semangat.
“Ayo ….” jawab Faza dan Mama bersamaan.
Setiap hari Faza selalu berlatih. Hingga akhirnya, di kelas 4 dia sudah menjadi pelukis terkenal. Banyak orang yang mengundangnya untuk melukiskan sesuatu. Kalian jangan putus asa ya, semangat terus!😊