Kondisi Pasar Menjelang Ramadhan

Setiap hari Sabtu atau Ahad adalah jadwal belanja kebutuhan sehari-hari keluarga kami. Bunda yang biasa belanja ke pasar. Sebenarnya, hari Ahad ini adalah jadwal adikku menemani Bunda ke pasar. Karena pekan kemarin aku yang menemani Bunda. Tapi dia bilang sedang pusing, jadi aku yang menggantikannya untuk menemani Bunda ke pasar.

“Bunda, adek pusing.” ucap Adikku.

“Kakak boleh ikut ya Bun? Kan adek lagi pusing.” pintaku.

“Iya, cepetan ya siap-siapnya.” jawab Bunda.

“Yey, iya Bun.” jawabku girang.

“Nanti beliin kue pukis ya Bun.” ucap adikku.

“Iya.” jawab Bunda singkat.

 

Setelah bersiap, kami jalan menuju pasar Palmeriam. Tak lupa kami memakai masker sesuai protokol kesehatan. Sesampainya di Pasar, Bunda memarkirkan motornya. Seusai memarkir motor, kami masuk ke dalam pasar. Cukup ramai menurutku kalau dibedakan dari kondisi pekan lalu. Pertama Bunda membeli jeruk. Setelah itu sayuran, ikan, dan terakhir menepati permintaan adikku. Beli pukis. Di tempat sayuran, banyak orang yang lalu lalang membawa beberapa kantong berisi belanjaan. Ada juga yang belum membeli, mungkin masih baru masuk. Aku hanya memperhatikan dan membantu Bunda yang sedang memilih sayur. Membeli sayuran selesai, Bunda bilang pada abang penjual untuk menitipkan belanjaan dulu. Karena memang sudah menjadi kebiasaan untuk menitipkan belanjaan sementara pada penjual.

Kami berjalan ke tempat daging dan ikan. Tempatnya sangat ramai.

“Mungkin karena mau Ramadhan kali ya bisa seramai ini.” pikirku.

Hari ini pasar ramai orang. Bahkan, aku lihat orang yang ingin berjalan sampai dempet-dempet. 

Aku dan Bunda lanjut jalan sampai akhirnya berhenti di kios penjual ikan kembung. Setelah beli ikan kembung, kami lanjut jalan memutar balik lalu belok kiri. Berhenti di kios ikan lele dan Nila. Bunda membeli kedua jenis ikan tersebut. Saat ikan nilanya mau diambil, ikan itu berontak. Masih hidup rupanya. Air terciprat kemana-mana. Aku yang berada di belakang Bunda ikut terciprat. Bagian depan jilbabku basah. Aku jijik sekali dengan kejadian ini. Ikannya jatuh, dan si abang kewalahan mengambilnya. Muka ku ikut tersiram air ikan. Buru-buru ku cari bagian jilbabku yang masih kering lalu segera mengelap mukaku. 

Setelah urusan ikan, aku dan Bunda berjalan keluar. Lebih tepatnya ke parkiran motor.

“Kak, kamu beli pukisnya ya. Bunda tunggu disini. Minta yang hangat pukisnya.” ucap Bunda sambil menyodorkan uang.

“Iya Bun.” jawabku segera melangkah.

Ternyata pukis yang diminta adikku sudah habis. Jadi harus tunggu dulu. Selesai memesan, aku menunggu. Tiba-tiba aku merasa kakiku seperti dikelitik. Kulihat kakiku ternyata aku dilaleri. Melihat itu, segera ku goyangkan kaki kekanan dan kekiri. Seketika rombongan lalat itu kabur. Bunda ternyata nyusul. 

“Masih nunggu kak?” tanya Bunda.

“Iya masih.” jawabku singkat.

“Bunda tunggu di sana ya?” kata Bunda sambil menunjuk suatu tempat.

“Iya.” jawabku sambil menganggukkan kepala. 

Sesudah membeli pukis, kami pulang. Adikku langsung membukakan pintu. Sayuran langsung dimasukkan kedalam kulkas. Rencananya, Bunda mau memasak sup kacang merah. Kedengarannya enak. Aku dan adikku segera setuju.

Terima kasih sudah membaca ceritaku. Semoga menghibur dan bisa menjadi inspirasi. Jangan lupa kasih komentar dan share ceritaku ya! Terima kasih
Logo anbita

Anbita

Hai, aku narablog cilik. Blog Anbita berisi tulisanku tentang cerita dan pengalaman.

Baca Juga

Copyright @2023 | Anbita