“Yuhuuu, akhirnyaa… Setelah ber abad-abad gak belajar di sekolah, akhirnya besok bisa belajar di sekolah …!” Sorakku.
Wali kelasku baru saja memberitahu kalau besok aku sudah boleh masuk sekolah. Bisa disebut juga dengan PTM (Pembelajaran Tatap Muka). Tentu aku senang sekali, karena selama aku masuk ke SMP aku belum pernah belajar di sekolah. Sama sekali tidak pernah. Sebenarnya besok hanya 50% yang boleh masuk. Nama-nama yang ikut belajar dari sekolah ditentukan lewat spin. Total anak yang masuk hanya 15 anak, sedangkan jumlah semua murid di kelas ada 22. Tapi alhamdulillah aku terpilih untuk mengikuti pelajaran dari sekolah besok.
Itulah kenapa saat aku mendengar kabar yang sangat baik itu aku langsung senang sekali. Malamnya aku langsung mempersiapkan apa yang harus kubawa ke sekolah besok. Mulai dari buku pelajaran, hafalan untuk disetor, dan lain-lain. Yeah, setiap hari aku selalu hafalan sebelum memulai kegiatan sekolah. Tapi kali ini sedikit berbeda, aku dibolehkan membawa ponsel. Ponselnya hanya untuk mengabarkan orangtua kalau sudah pulang, dan orang tua mengabarkan ke anak kalau sudah didepan pagar. Karena katanya kami tidak boleh keluar kelas kalau sudah selesai belajar. Malam ini pun aku tidur lebih cepat, agar besok tidak bangun kesiangan dan tidak ketelatan. Karena setiap selesai sholat subuh aku harus mengerjakan pekerjaan rumah, yaitu mencuci piring. Kalau cuciannya sedikit, aku masih bisa sedikit santai, tapi kalau banyak, tidak ada kata santai.
Paginya, aku bangun tepat azan subuh dikumandangkan. Dengan segera aku berwudhu dan melaksanakan sholat subuh. Selesai sholat, aku mengerjakan tugas rumah bersama adikku. Cucian piring hari ini cukup banyak, tapi tak masalah untukku, karena aku sudah pernah menyelesaikan cucian yang menumpuk tinggi. Selesai mencuci piring, aku lanjut ke urutan selanjutnya, sarapan. Selesai sarapan aku bergegas mandi, karena Ayah sudah rapi.
“Buku sudah, bekal sudah, ponsel sudah, masker juga sudah. Oke, tinggal berangkat,” ucapku dalam hati.
“Kakak jalan dulu ya, Bun.” Ucapku sambil salim dengan Bunda.
“Hati-hati ya, nanti kabarin pulangnya jam berapa.” Balas Bunda.
Setelah pamit, aku langsung berangkat dengan Ayah. Adik-adikku masih belum diperbolehkan masuk sekolah. Jadi hanya aku yang baru diperbolehkan masuk ke sekolah.
Sesampainya di sekolah, aku mencuci tangan dan mengecek suhu. Lalu menghampiri guru yang mencatat suhu anak. Setelah itu aku diberitahu lantai kelas, kelasku ada di lantai 3. Setelah naik ke lantai tiga, aku mencari kelas ku.
Setelah kelasku ketemu, aku masuk ke kelas. Ternyata sudah banyak yang datang, aku segera mencari nomor mejaku. Perbedaan sekolah di SMP dan di SD adalah kelasnya. Kalau di SD dulu, mejanya satu orang satu meja. Sedangkan di SMP satu meja dua orang, jadi mejanya lebih lebar. Tapi karena ini baru pertama kali masuk sekolah, dan 50%, jadi masih satu meja satu orang. Aku sampai di sekolah bisa dibilang pas, karena tidak telat, juga tidak kepagian. Masih ada waktu kurang lebih 15 menit lagi sebelum bel. Aku memutuskan untuk mengulang hafalanku tadi malam, agar nanti pas saat setoran sudah lancar.
Pukul 7.00 bel berbunyi. Semua anak di kelasku duduk di posisinya masih-masing. Bberapa saat kemudian, wali kelasku masuk. Kami memulai kegiatan pagi seperti biasa. Berdoa, lalu anak-anak dibolehkan menyetor hafalannya. Aku langsung menyetorkan hafalanku. Semuanya bergantian menyetorkan hafalan, tidak ada yang tidak menyetor hafalan.
Setelah rutinits pagi selesai, bel kembali berbunyi menandakan sudah waktu pelajaran dimulai. Guru pelajaran pertamaku masuk, kami memperhatikan materi yang diberikan.
Setelah semua pelajaran selesai, aku mengabari Bunda supaya aku dijemput tepat waktu. Kali ini hanya sampai jam 10.20, pelajarannya. Mungkin karena masih dibatasi, jadi belum boleh lama-lama.
Sambil menunggu Bunda, aku mengobrol dengan teman-temanku. Hari ini sangat menyenangkan, pengalaman pertama kali aku belajar di sekolah sungguhan, bukan lagi di layar leptop.
Karena keasyikan ngobrol, aku sampai tidak mendengar notifikasi pesan dari Bunda yang sudah ada di depan pagar. Aku baru sadar ketika ada telpon dari Bunda. Aku langsung pamit pada teman-temanku dan bergegas turun kebawah. Ternyata Bunda sudah datang dari tadi.
“Kemana aja sih? Bunda daritadi udah nunggu,” tanya Bunda.
“Hehe, tadi ngobrol sama temen Bun …” Jawabku sambil nyengir, walaupun tidak terlihat Bunda karena memakai masker.